Sahabat Rasulullah SAW
yang satu ini, adalah sahabat yang paling jauh asalnya, yaitu dari Persia.
Salman masuk islam ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, dan saat itu islam
belum berkembang kemasnapun selain Habasyah dan Madinah, apalagi tempat yang
jauh seperti Persia. Lalu muncullah pertanyaan, bagaimana bisa cahaya hidayah
merasuk sanubari Salman ini padahal ia berada di Persia. Mari kita simak
ceritanya.
Salman berasal di
Asbahan (kota di tengah Iran dan terletak antara Tehran dan Syiraz), ayahnya
seorang kepala kampung dari desa yang bernama Ji (Jayyan). Agama disana saat
itu adalah majusi dan Salman sangat taat menjalankan agama ini hingga diserahi
tugas untuk menjaga nyala api.
Suatu hari, Salman
diberi tugas oleh ayahnya untuk pergi ke sebuah ladang milik ayahnya. Dalam
perjalanan, Salman melewati sebuah bangunan dimana didalamnya terdengar suara
nyanyi-nyanyian, atau lebih dikenal dengan kata “kebaktian”. Salman pun
tertarik masuk kedalam bangunan yang bernama gereja itu dan melihat apa yang
dilakukan orang-orang didalamnya. Lalu Salman berkata dalam hati. “agama ini
lebih baik dari dari agama ku”. Ia kemudian bertanya pada mereka. “Darimana
asal agama ini?”, mereka menjawab “ dari Syria”.
Ayah Salman mengirim
orang untuk menyusulnya gara-gara tidak juga pulang hingga matahari terbenam.
Lalu setelah Salman berada dihadapan ayahnya. Ia menceritakan apa yang telah
dilakukannya dan agama nasrani yang baru dipeluknya. Mereka berdebat dan
akhirnya ayahnya marah dan mengikat Salman dalam sebuah ruangan. Salman pernah
berpesan pada salah satu jemaat nasrani. Jika ada rombongan dari Syria datang,
maka kabarilah ia. Dan saat itu, saat Salman diikat, kabar itu sampai juga pada
telinganya. Dengan kejeniusan otaknya, Salman berhasil mengelabui penjaga dan
ayahnya serta ikut dengan rombongan menuju syria.
Di Syria, Salman datang
kepada uskup disana untuk berbakti dan belajar pada nya. Rupanya uskup ini
tidak amanah. Ia menerima sedekah dari jemaatnya tapi kemudia ia ambil sedekah
nya untuk kepentingan nya sendiri. Uskup ini kemudia wafat dan digantikan
dengan uskup yang lain. Tidak ada yang lebih baik agamanya daripada uskup baru
itu. Salman pun mencitai uskup baru itu sedemikian rupa sehingga tidak ada
orang yang lebih dicintai sebelum itu daripada dirinya.
Ketika ajal uskup baru
itu dekat, Salman bertanya padanya. “Siapakah yang harus aku ikuti sepeninggal
dirimu?” ia menjawab. “tidak ada yang langkahnya sama dengan kita kecuali
pendeta dari daerah Mosul. Maka Salman pun datang ke Mosul dan menghubungi
pendeta yang diceritakan uskup baru itu. Salman tinggal dengan pendeta Mosul
hingga waktu yang Allah SWT kehendaki.
Tatkala ajal pendeta
Mosul sudah dekat, Salman bertanya kembali seperti pertanyaan kepada uskup
sebelumnya. Ia diminta menghubungi pendeta di daerah Amuria, suatu kota yang
termasuk wilayah Romawi. Aku berangkat kesana dan tinggal hingga waktu yang
Allah SWT kehendaki. Untuk bekal hidup, Salman beternak beberapa ekor sapi dan
kambing.
Saat ajal hampir
menjemput pendeta Amuria itu, Salman bertanya seperti pertanyaan kepada dua
uskup sebelumnya. Ia menjawab.”anakku, tidak ada yang aku kenal serupa
keadaanya dengan kita. Tetapi, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan
sang nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Ia nanti akan hijrah ke
suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak diantara dua bidang tanah
berbatu hitam. Seandainya kamu dapat pergi kesana, temuilah dia. Ia mempunyai
tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan sedekah, namun bersedia
menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian yang bila engkau melihatnya,
engkau pasti mengenalnya.
Suatu hari, datang
rombongan dari jazirah Arab. Salman meminta pada mereka untuk membawanya pergi
ke tempat asal rombongan tadi, sebagai gantinya Salman akan memberi semua sapi
dan kambing miliknya. Salman kemudia ikut dengan rombongan hingga sampai di
suatu negeri bernama Wadil Qura’, sebuah lembah yang terletak diantara Madinah
dan Syam. Namun, rombongan tadi mendzolimi Salman dan menjualnya sebagai budak
kepada yahudi disana. Mulai saat itu, Salman tinggal bersama yahudi hingga
dibeli lagi oleh yahudi dari bani Quraizhah. Salman dibawa ke Madinah, dan baru
saja negeri itu terlihat, Salman yakin bahwa ini negeri yang dikabarkan pendeta
dulu.
Salman tinggal bersama
yahudi bani Quraizhah sebagai pengurus kebun, hingga tiba waktu Allah SWT
mengutus Rasulnya, lalu hijrah ke Madinah dan singgal di Bani Amir bin Auf di
Quba. Ketika sedang diatas pohon kurma, Salman
mendengar teriakan seseorang. ”celakalah bani Qailah!, mereka mengelilingi
seorang laki-laki di Quba dan mengaku seorang nabi dari Mekah. Seketika tubuh Salman bergetas saat
mendengarnya dan turun mendekati lelaki yang berteriak tadi. Majikan Salman
tidak senang padanya dan meninju Salman hingga jatuh. “apa urusanmu, sana kerja
lagi!”.
Selepas sore, Salman
memberanikan diri untuk menemui laki-laki yang mengaku nabi. Setelah sampai,
aku berkata kepada rombongan. “tuan-tuan, sepertinya sedang melakukan
perjalanan, aku mempunyai bekal makanan, aku pikir, tuan-tuan lebih layak
menerimanya, sehingga aku sedekahkan untuk kalian”. salman meletakan makanan
itu dihadapan beliau.
“makanlah dengan
menyebut nama Allah SWT”sabda Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Tepi
beliau tidak menjamah makanan itu. Salman berkata dalam hati, “demi Allah SWT,
ini satu dari tanda-tandanya, ia tidak mau memakan harta sedekah”
Salman lalu pulang dan
esok harinya menemui mereka lagi. “aku membawa makanan lagi, dan aku lihat tuan
tidak memakan sedekah ku kemarin, maka aku hadiahkan makanan ini.” beliau
mengambil makanan itu dan memakan nya bersama para sahabat. “ini tanda yang
kedua,ia bersedia menerima hadiah” pikirnya dalam hati.
Besok harinya, Salman
datang kembali hingga menemukan Rasulullah SAW sedang mengiring jenazah dan
dikelilingi oleh sahabatnya. Setelah mengucap salam, Salman menyejajarkan
tubuhnya dengan tubuh Rasulullah SAW untuk melihat bagian atas tubuhnya.
Rupanya Rasulullah SAW memahami keinginannya dan menyingkap kain burdah beliau
dari lehernya hingga tampak pada pundaknya tanda yang dicari, yaitu cap
kenabian seperti yang diceritakan pendeta dulu. Salman kemudian membalikan
badan dan menciumi Rasulullah SAW sambil menangis.
Salman duduk dihadapan
Rasulullah SAW dan menceritakan kisahnya hingga ia bertemu dengan beliau.
Akhirnya Salman masuk islam, namun belum bisa mebersamai kaum muslimin dalam
perang badar dan uhud karena perihal perbudakan yang menghalanginya.
Itulah jalan hidup
Salman, kecintaan nya pada kebenaran melebihi kecintaan terhadap keluarga dan
dirinya. Ia menempuh perjalanan yang jauh yang belum ia kenal sebelumnya.
Bahkan ia pernah dijual menjadi budak, tapi itu tak menghalanginya untuk tetap
mencari kebenaran. Semoga kita bisa mentauladani perjuangannya. Lalu bagaimana
sepak terjang Salman untuk kaum muslimin. Mari kita mulai dengan perang
khondak, perang yang menuntut siasat dan strategi yang benar-benar baru.
Perang khondak terjadi
pada tahun 5 H. awalnya, beberapa orang yahudi pergi ke Mekkah untuk
konsolidasi dalam pencabutan agama baru yang mulai meresahkan Madinah. Mereka
berjanji akan memberikan bantuan dalam perang ini. Siasat dan taktik perang
diatur secara licik. Dua puluh empat ribu prajurit Quraisy dan Ghathafan di
bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn akan menyerang dari depan,
sedangkan bani Quraizhah akan menyerangnya dari belakang barisan kaum muslimin
sehingga mereka akan terjepit dari dua arah.
Saat itu kaum muslimin
panik hingga keadaan mereka dilukiskan dalam alquran,, “Yaitu ketika mereka
datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatanmu terpana
dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang
bukan-bukan terhadap Allah SWT (Al Ahzab:10)”
Kaum muslimin menyadari
bahwa mereka sedang dalam keadaan gawat darurat. Rasulullah SAW pun mulai
mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Ketika itulah, tampil laki-laki
berbadan tinggi dan berambut lebat. Dialah orang yang dihormati dan disayang
Rasulullah SAW. Dialah Salman Al-Farisi. Ia menyarankan untuk membangun sebuah
parit. Hal ini tentunya berdasarkan analisis bahwa ternyata kota Madinah
terlindung dari gunung dan bukit-bukit batu yang mengelilinginya. Namun, disana
terdapat juga daerah terbuka yang luas dan terbentang panjang, hingga akan
dengan mudah musuh menyerbu mamasuki benteng pertahanan. Karena itulah, Salman
mengusulkan membuat parit di sepanjang daerah yang terbuka luas tadi.
Dalam penggalian parit,
tentunya dilakukan secara bersama-sama. Lebar parit adalah 4,6 meter, panjang
5,6 km dengan kedalaman hingga 3 meter. Penggalian ini harus selesai dengan
secepat-cepatnya dan harus dirahasiakan. Karena jika taktik perang lawan sudah
diketahui, maka dengan mudah lawan bisa mengantisipasinya. Penggalian selesai
dalam waktu 10 hari.
Hanya Allah SWT yang
tau apa yang akan terjadi jika saat itu kaum muslimin tidak menggali parit.
Ketika pasukan Quraisy datang, mereka tidak menyangka dengan taktik perang kaum
muslimin. Selama sebulan kekuatan mereka hanya mendekam di kemah-kemah tanpa
daya untuk menerobos Madinah. Akhirnya, pada suatu malam Allah SWT mengirim
angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memorak-porandakan kesatuan
mereka. Abu Sufyan pun memerintahkan anak buahnya agar kembali pulang ke
kampung mereka dalam keadaan putus asa serta menderita kekalahan pahit.
Selain kisah heroik
Salman dalam hal peperangan. Mari sekali lagi kita lihat kisah heroik Salman
dalam hal pernikahan. Dikisahkan bahwa ada wanita solihah dari kalangan anshar
yang menarik hati Salman. Namun karena ia bukan orang pribumi, sesuatu seperti
ini menjadi terlalu pelik baginya. Maka diutarakanlah niatnya pada sahabat yang
dipersaudarakan dengannya, Abu Darda. Alangkah senang Abu Darda mendengarnya
dan akhirnya Salman beserta Abu Darda datang ke rumah wanita solihah tadi untuk
meminangnya.
Setiba dirumah sang
wanita, orangtua dari wanita tadi juga tidak kalah senang akan mempunyai
menantu dari kalangan sahabat dekat Rasulullah, namun keputusan tetap ada di
putrinya. Setelah berdiskusi dengan putrinya, diputuskanlah putrinya menolak
lamaran Salman, namun, apabila sang pengantar Salman (read Abu Darda) berniat
dengan maksud yang sama, putrinya sudah mempersiapkan jawaban untuk mengiyakan.
Seketika Salman bertakbir dan berkata. “aku serahkan mahar ini untuk saudaraku
Abu Darda dan aku akan jadi saksi dipernikahan kalian”..
Lihatlah saudaraku,
betapa mudahnya Salman berbagi dengan saudaranya. Oya, Abu Darda baru beberapa
hari dipersaudarakan dengan Salman. Tapi kedekatananya lebih akrab dan dekat
daripada saudara kandung. Lalu apakah Salman tetap dekat dan peduli dengan Abu
Darda setelah mereka menikah?. Mari kita simak lagi kisahnya.
Salman pernah tinggal
di rumah Abu Darda beberapa hari. seperti biasa, Abu Darda selalu giat dalam
beribadah, malam nya habis hanya untuk beribadah, dan siangnya selalu berpuasa.
Dirasanya Abu Darda terlalu berlebihan dalam hal beribadah, maka ia berniat
mencegah keesokan harinya Abu Darda berpuasa. Namun Abu Darda justru berkata.
“apakah engkau hendak melarangku berpuasa dan shalat karena Alllah?”
Salman menjawab :”kedua
matamu mempunyai ha katas dirimu, demikian pula keluargamu mempunyai hak atas
dirimu. Berpuasalah dan jangan lupakan hak untuk berbuka, shalatlah dan jangan
lupakan hak untuk tidur.”
Ketika peristiwa itu
sampai kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda”Salman telah kenyang dengan
ilmu”. Bahkan Rasulullah SAW menyebut Salman termasuk golongan ahlul bait.
Ali bin Abu Thalib
menggelari Salman dengan sebutan “Luqman Al-hakim”. Ia telah dikaruniai ilmu
yang pertama dan juga ilmu yang terkahir. Ia bagaikan lautan yang airnya tidak
pernah kering.
Pada masa kejayaan
islam wilayah kekuasaan mulai terbentang luas. Pendapatan Negara meningkat dan
sebagai konsekuensinya banyak jabatan-jabatan yang harus di emban para sahabat.
Lalu dimanakah Salman? Ia sedang berada di bawah pohon sedang menganyam
anyaman. Ia membeli bahan seharga satu dirham, menjualnya dengan harga tiga
dirham. Satu dirham untuk modal, satu dirham untuk nafkah keluarganya dan satu
dirham untuk sedekah. Apakah Salman tidak menerima tunjangan?, dia menerima
tunjungan sebanyak 5000 dirham setahun, tapi ia habiskan untuk dibagi-bagikan
hingga habis.
Pada saat Salman
menjadi gubernur di Madain pun, keadaanya tetap sama, mengandalkan menjual
anyaman untuk menafkahi keluarganya dan menolak gaji sedirhampun dari jabatan
gubernur. Pernah suatu hari, seorang dari syiria tampak kelelahan karena
membawa buah tin dan kurma, ketika ia melihat Salman yang tampak seperti orang
biasa dan dari golongan miskin, ia hendak menyuruhnya membawa barang-barangnya
dan memberi imbalan atas jerih payahnya ke tempat tujuan. Ia tampak heran
ketika dalam perjalanan, ia berpapasan dengan rombongan yang berucap
“assalmualaikum wahai gubernur”,
Orang dari syiria
bergumam sendiri, “gubernur yang mana…”. Keheranan nya kian bertambah saat
sebagian dari rombongan mendekat. “berikanlah beban itu pada kami wahai
gubernur”. Sekarang orang Syria itu paham dan menyesal telah menyruh Salman. Ia
mendekat dan bermaksud hendak menggantikan Salman membawa beban. Tapi Salman
menolak dan menggelengkan kepala, tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu.
Suatu ketika Salman
ditanyai orang,”apa sebabnya anda tidak menyukai jabatan sebagai gubernur?”ia
menjawab,:karena manis waktu memegangnya, tetapi pahit waktu melepaskannya”
Mengapa ia bersedia
zuhud, padahal mulanya ia seorang Persia dari kelas tinggi dan kaya.? Mari kita
dengar saat ia berada di pembaringan menjelang ajal.
Sa’ad bin Abi Waqqash
datang menjenguknya, maka Salman menangis. Sa’ad pun bertanya,”apa yang engkau
tangisi, wahai Abu Abdillah? Padahal Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridha
kepadamu”
Salman menjawab. “demi
Allah SWT, aku menangis bukan karena takut mati ataupun mengharap kemewahan
dunia, melainkan karena Rasulullah SAW, telah menyampaikan pesan kepada kita,
dalam sabdanya ‘hendaklah bagian setiap kalian dari kekayaan dunia ini seperti
bekal seorang pengendara.’ padahal, harta miliku begini banyaknya”.
Sa’ad berkata sendiri
“aku perhatikan, tidak ada yang tampak disekelilingku kecuali piring dan sebuah
wadah untuk bersuci”.
Sa’ad lalu berkata kepadanya.”wahai
Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami iangat sellau darimu?”
Salman bertutur ”wahai
Sa’ad, ingatlah Allah SWT tentang keinginanmu ketika engkau sedang berkehendak,
tentang keputusanmu ketika engkau sedang memutuskan, dan tentang apa yang
ditanganmu ketika engkau sedang membagi”.
Tak satupun barang
berharga didunia ini yang digemari atau diutamakan dalam kehidupan Salman.
Kecuali satu barang yang dirasanya penting hingga ditipkan kepada istrinya
untuk disimpan. Ketka dalam sakit menjelang ajalnya, dipanggil istrinya untuk
membawa barang titipan nya dalu yang ternyata adalah seikat kesturi yang
diperolehnya waktu pembebasan jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk
wewangian pada waktu wafatnya.
Kemudian ia menyuruh
sang istri agar mengambil secangkir air. Salman menaburkan bubuk kesturi itu
kedalam cangkir dan mengaduknya sengan tangan, lalu berkata kepada istrinya,
“percikanlah air ini kesekelilingku. Sekarang telah hadir dihadapanku makhluk
Allah SWT yang tidak suka makanan, tetapi gemar wangi-wangian.”
Setelah selesai, ia
berkata kepada istrinya,”tutuplah pintu dan turunlah!”, perintah itupun
dituruti oleh istrinya. Tidak lama antara waktu itu dan istrinya kembali masuk,
ruh yang beroleh berkah itu telah meninggalkan dunia dan berpisah dari
jasadnya. Dia telah mencapai alam yang tinggi dengan sayap kerinduan. Rindu
akan bertemu Rasulullah SAW, abu bakar, umar dan sahabat utama lainnya.
Salmannn…
Telah lama Salman
menantikan itu dalam kerinduan dan dahaga
Hari ini rindu itu
telah terobati dan dahaga itu pun telah hilang
Semoga ridha dan
rahmat Allah SWT menyertainya.
Ditulis dan diedit
ulang oleh : Wiwit Setiaji di Kamar Takmir NH UNS 28 Sept 2015 pukul 12.47
Sumber : Kisah 60
Sahabat Nabi , Penerbit : Ummul Quro
0 komentar:
Posting Komentar