Minggu, 27 September 2015

Salman Al-Farisi Sang Pencari Kebenaran

Sahabat Rasulullah SAW yang satu ini, adalah sahabat yang paling jauh asalnya, yaitu dari Persia. Salman masuk islam ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, dan saat itu islam belum berkembang kemasnapun selain Habasyah dan Madinah, apalagi tempat yang jauh seperti Persia. Lalu muncullah pertanyaan, bagaimana bisa cahaya hidayah merasuk sanubari Salman ini padahal ia berada di Persia. Mari kita simak ceritanya.
Salman berasal di Asbahan (kota di tengah Iran dan terletak antara Tehran dan Syiraz), ayahnya seorang kepala kampung dari desa yang bernama Ji (Jayyan). Agama disana saat itu adalah majusi dan Salman sangat taat menjalankan agama ini hingga diserahi tugas untuk menjaga nyala api.
Suatu hari, Salman diberi tugas oleh ayahnya untuk pergi ke sebuah ladang milik ayahnya. Dalam perjalanan, Salman melewati sebuah bangunan dimana didalamnya terdengar suara nyanyi-nyanyian, atau lebih dikenal dengan kata “kebaktian”. Salman pun tertarik masuk kedalam bangunan yang bernama gereja itu dan melihat apa yang dilakukan orang-orang didalamnya. Lalu Salman berkata dalam hati. “agama ini lebih baik dari dari agama ku”. Ia kemudian bertanya pada mereka. “Darimana asal agama ini?”, mereka menjawab “ dari Syria”.
Ayah Salman mengirim orang untuk menyusulnya gara-gara tidak juga pulang hingga matahari terbenam. Lalu setelah Salman berada dihadapan ayahnya. Ia menceritakan apa yang telah dilakukannya dan agama nasrani yang baru dipeluknya. Mereka berdebat dan akhirnya ayahnya marah dan mengikat Salman dalam sebuah ruangan. Salman pernah berpesan pada salah satu jemaat nasrani. Jika ada rombongan dari Syria datang, maka kabarilah ia. Dan saat itu, saat Salman diikat, kabar itu sampai juga pada telinganya. Dengan kejeniusan otaknya, Salman berhasil mengelabui penjaga dan ayahnya serta ikut dengan rombongan menuju syria.
Di Syria, Salman datang kepada uskup disana untuk berbakti dan belajar pada nya. Rupanya uskup ini tidak amanah. Ia menerima sedekah dari jemaatnya tapi kemudia ia ambil sedekah nya untuk kepentingan nya sendiri. Uskup ini kemudia wafat dan digantikan dengan uskup yang lain. Tidak ada yang lebih baik agamanya daripada uskup baru itu. Salman pun mencitai uskup baru itu sedemikian rupa sehingga tidak ada orang yang lebih dicintai sebelum itu daripada dirinya.
Ketika ajal uskup baru itu dekat, Salman bertanya padanya. “Siapakah yang harus aku ikuti sepeninggal dirimu?” ia menjawab. “tidak ada yang langkahnya sama dengan kita kecuali pendeta dari daerah Mosul. Maka Salman pun datang ke Mosul dan menghubungi pendeta yang diceritakan uskup baru itu. Salman tinggal dengan pendeta Mosul hingga waktu yang Allah SWT kehendaki.
Tatkala ajal pendeta Mosul sudah dekat, Salman bertanya kembali seperti pertanyaan kepada uskup sebelumnya. Ia diminta menghubungi pendeta di daerah Amuria, suatu kota yang termasuk wilayah Romawi. Aku berangkat kesana dan tinggal hingga waktu yang Allah SWT kehendaki. Untuk bekal hidup, Salman beternak beberapa ekor sapi dan kambing.
Saat ajal hampir menjemput pendeta Amuria itu, Salman bertanya seperti pertanyaan kepada dua uskup sebelumnya. Ia menjawab.”anakku, tidak ada yang aku kenal serupa keadaanya dengan kita. Tetapi, sekarang telah dekat datangnya masa kebangkitan sang nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. Ia nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak diantara dua bidang tanah berbatu hitam. Seandainya kamu dapat pergi kesana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan sedekah, namun bersedia menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian yang bila engkau melihatnya, engkau pasti mengenalnya.
Suatu hari, datang rombongan dari jazirah Arab. Salman meminta pada mereka untuk membawanya pergi ke tempat asal rombongan tadi, sebagai gantinya Salman akan memberi semua sapi dan kambing miliknya. Salman kemudia ikut dengan rombongan hingga sampai di suatu negeri bernama Wadil Qura’, sebuah lembah yang terletak diantara Madinah dan Syam. Namun, rombongan tadi mendzolimi Salman dan menjualnya sebagai budak kepada yahudi disana. Mulai saat itu, Salman tinggal bersama yahudi hingga dibeli lagi oleh yahudi dari bani Quraizhah. Salman dibawa ke Madinah, dan baru saja negeri itu terlihat, Salman yakin bahwa ini negeri yang dikabarkan pendeta dulu.
Salman tinggal bersama yahudi bani Quraizhah sebagai pengurus kebun, hingga tiba waktu Allah SWT mengutus Rasulnya, lalu hijrah ke Madinah dan singgal di Bani Amir bin Auf di Quba.  Ketika sedang diatas pohon kurma, Salman mendengar teriakan seseorang. ”celakalah bani Qailah!, mereka mengelilingi seorang laki-laki di Quba dan mengaku seorang nabi dari Mekah.  Seketika tubuh Salman bergetas saat mendengarnya dan turun mendekati lelaki yang berteriak tadi. Majikan Salman tidak senang padanya dan meninju Salman hingga jatuh. “apa urusanmu, sana kerja lagi!”.
Selepas sore, Salman memberanikan diri untuk menemui laki-laki yang mengaku nabi. Setelah sampai, aku berkata kepada rombongan. “tuan-tuan, sepertinya sedang melakukan perjalanan, aku mempunyai bekal makanan, aku pikir, tuan-tuan lebih layak menerimanya, sehingga aku sedekahkan untuk kalian”. salman meletakan makanan itu dihadapan beliau.
“makanlah dengan menyebut nama Allah SWT”sabda Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Tepi beliau tidak menjamah makanan itu. Salman berkata dalam hati, “demi Allah SWT, ini satu dari tanda-tandanya, ia tidak mau memakan harta sedekah”
Salman lalu pulang dan esok harinya menemui mereka lagi. “aku membawa makanan lagi, dan aku lihat tuan tidak memakan sedekah ku kemarin, maka aku hadiahkan makanan ini.” beliau mengambil makanan itu dan memakan nya bersama para sahabat. “ini tanda yang kedua,ia bersedia menerima hadiah” pikirnya dalam hati.
Besok harinya, Salman datang kembali hingga menemukan Rasulullah SAW sedang mengiring jenazah dan dikelilingi oleh sahabatnya. Setelah mengucap salam, Salman menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Rasulullah SAW untuk melihat bagian atas tubuhnya. Rupanya Rasulullah SAW memahami keinginannya dan menyingkap kain burdah beliau dari lehernya hingga tampak pada pundaknya tanda yang dicari, yaitu cap kenabian seperti yang diceritakan pendeta dulu. Salman kemudian membalikan badan dan menciumi Rasulullah SAW sambil menangis.
Salman duduk dihadapan Rasulullah SAW dan menceritakan kisahnya hingga ia bertemu dengan beliau. Akhirnya Salman masuk islam, namun belum bisa mebersamai kaum muslimin dalam perang badar dan uhud karena perihal perbudakan yang menghalanginya.
Itulah jalan hidup Salman, kecintaan nya pada kebenaran melebihi kecintaan terhadap keluarga dan dirinya. Ia menempuh perjalanan yang jauh yang belum ia kenal sebelumnya. Bahkan ia pernah dijual menjadi budak, tapi itu tak menghalanginya untuk tetap mencari kebenaran. Semoga kita bisa mentauladani perjuangannya. Lalu bagaimana sepak terjang Salman untuk kaum muslimin. Mari kita mulai dengan perang khondak, perang yang menuntut siasat dan strategi yang benar-benar baru.
Perang khondak terjadi pada tahun 5 H. awalnya, beberapa orang yahudi pergi ke Mekkah untuk konsolidasi dalam pencabutan agama baru yang mulai meresahkan Madinah. Mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang ini. Siasat dan taktik perang diatur secara licik. Dua puluh empat ribu prajurit Quraisy dan Ghathafan di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn akan menyerang dari depan, sedangkan bani Quraizhah akan menyerangnya dari belakang barisan kaum muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah.
Saat itu kaum muslimin panik hingga keadaan mereka dilukiskan dalam alquran,, “Yaitu ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika penglihatanmu terpana dan hatimu menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah SWT (Al Ahzab:10)”
Kaum muslimin menyadari bahwa mereka sedang dalam keadaan gawat darurat. Rasulullah SAW pun mulai mengumpulkan para sahabat untuk bermusyawarah. Ketika itulah, tampil laki-laki berbadan tinggi dan berambut lebat. Dialah orang yang dihormati dan disayang Rasulullah SAW. Dialah Salman Al-Farisi. Ia menyarankan untuk membangun sebuah parit. Hal ini tentunya berdasarkan analisis bahwa ternyata kota Madinah terlindung dari gunung dan bukit-bukit batu yang mengelilinginya. Namun, disana terdapat juga daerah terbuka yang luas dan terbentang panjang, hingga akan dengan mudah musuh menyerbu mamasuki benteng pertahanan. Karena itulah, Salman mengusulkan membuat parit di sepanjang daerah yang terbuka luas tadi.
Dalam penggalian parit, tentunya dilakukan secara bersama-sama. Lebar parit adalah 4,6 meter, panjang 5,6 km dengan kedalaman hingga 3 meter. Penggalian ini harus selesai dengan secepat-cepatnya dan harus dirahasiakan. Karena jika taktik perang lawan sudah diketahui, maka dengan mudah lawan bisa mengantisipasinya. Penggalian selesai dalam waktu 10 hari.
Hanya Allah SWT yang tau apa yang akan terjadi jika saat itu kaum muslimin tidak menggali parit. Ketika pasukan Quraisy datang, mereka tidak menyangka dengan taktik perang kaum muslimin. Selama sebulan kekuatan mereka hanya mendekam di kemah-kemah tanpa daya untuk menerobos Madinah. Akhirnya, pada suatu malam Allah SWT mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memorak-porandakan kesatuan mereka. Abu Sufyan pun memerintahkan anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka dalam keadaan putus asa serta menderita kekalahan pahit.
Selain kisah heroik Salman dalam hal peperangan. Mari sekali lagi kita lihat kisah heroik Salman dalam hal pernikahan. Dikisahkan bahwa ada wanita solihah dari kalangan anshar yang menarik hati Salman. Namun karena ia bukan orang pribumi, sesuatu seperti ini menjadi terlalu pelik baginya. Maka diutarakanlah niatnya pada sahabat yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda. Alangkah senang Abu Darda mendengarnya dan akhirnya Salman beserta Abu Darda datang ke rumah wanita solihah tadi untuk meminangnya.
Setiba dirumah sang wanita, orangtua dari wanita tadi juga tidak kalah senang akan mempunyai menantu dari kalangan sahabat dekat Rasulullah, namun keputusan tetap ada di putrinya. Setelah berdiskusi dengan putrinya, diputuskanlah putrinya menolak lamaran Salman, namun, apabila sang pengantar Salman (read Abu Darda) berniat dengan maksud yang sama, putrinya sudah mempersiapkan jawaban untuk mengiyakan. Seketika Salman bertakbir dan berkata. “aku serahkan mahar ini untuk saudaraku Abu Darda dan aku akan jadi saksi dipernikahan kalian”..
Lihatlah saudaraku, betapa mudahnya Salman berbagi dengan saudaranya. Oya, Abu Darda baru beberapa hari dipersaudarakan dengan Salman. Tapi kedekatananya lebih akrab dan dekat daripada saudara kandung. Lalu apakah Salman tetap dekat dan peduli dengan Abu Darda setelah mereka menikah?. Mari kita simak lagi kisahnya.
Salman pernah tinggal di rumah Abu Darda beberapa hari. seperti biasa, Abu Darda selalu giat dalam beribadah, malam nya habis hanya untuk beribadah, dan siangnya selalu berpuasa. Dirasanya Abu Darda terlalu berlebihan dalam hal beribadah, maka ia berniat mencegah keesokan harinya Abu Darda berpuasa. Namun Abu Darda justru berkata. “apakah engkau hendak melarangku berpuasa dan shalat karena Alllah?”
Salman menjawab :”kedua matamu mempunyai ha katas dirimu, demikian pula keluargamu mempunyai hak atas dirimu. Berpuasalah dan jangan lupakan hak untuk berbuka, shalatlah dan jangan lupakan hak untuk tidur.”
Ketika peristiwa itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda”Salman telah kenyang dengan ilmu”. Bahkan Rasulullah SAW menyebut Salman termasuk golongan ahlul bait.
Ali bin Abu Thalib menggelari Salman dengan sebutan “Luqman Al-hakim”. Ia telah dikaruniai ilmu yang pertama dan juga ilmu yang terkahir. Ia bagaikan lautan yang airnya tidak pernah kering.
Pada masa kejayaan islam wilayah kekuasaan mulai terbentang luas. Pendapatan Negara meningkat dan sebagai konsekuensinya banyak jabatan-jabatan yang harus di emban para sahabat. Lalu dimanakah Salman? Ia sedang berada di bawah pohon sedang menganyam anyaman. Ia membeli bahan seharga satu dirham, menjualnya dengan harga tiga dirham. Satu dirham untuk modal, satu dirham untuk nafkah keluarganya dan satu dirham untuk sedekah. Apakah Salman tidak menerima tunjangan?, dia menerima tunjungan sebanyak 5000 dirham setahun, tapi ia habiskan untuk dibagi-bagikan hingga habis.
Pada saat Salman menjadi gubernur di Madain pun, keadaanya tetap sama, mengandalkan menjual anyaman untuk menafkahi keluarganya dan menolak gaji sedirhampun dari jabatan gubernur. Pernah suatu hari, seorang dari syiria tampak kelelahan karena membawa buah tin dan kurma, ketika ia melihat Salman yang tampak seperti orang biasa dan dari golongan miskin, ia hendak menyuruhnya membawa barang-barangnya dan memberi imbalan atas jerih payahnya ke tempat tujuan. Ia tampak heran ketika dalam perjalanan, ia berpapasan dengan rombongan yang berucap “assalmualaikum wahai gubernur”,
Orang dari syiria bergumam sendiri, “gubernur yang mana…”. Keheranan nya kian bertambah saat sebagian dari rombongan mendekat. “berikanlah beban itu pada kami wahai gubernur”. Sekarang orang Syria itu paham dan menyesal telah menyruh Salman. Ia mendekat dan bermaksud hendak menggantikan Salman membawa beban. Tapi Salman menolak dan menggelengkan kepala, tidak, sebelum kuantarkan sampai ke rumahmu.
Suatu ketika Salman ditanyai orang,”apa sebabnya anda tidak menyukai jabatan sebagai gubernur?”ia menjawab,:karena manis waktu memegangnya, tetapi pahit waktu melepaskannya”
Mengapa ia bersedia zuhud, padahal mulanya ia seorang Persia dari kelas tinggi dan kaya.? Mari kita dengar saat ia berada di pembaringan menjelang ajal.
Sa’ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya, maka Salman menangis. Sa’ad pun bertanya,”apa yang engkau tangisi, wahai Abu Abdillah? Padahal Rasulullah SAW wafat dalam keadaan ridha kepadamu”
Salman menjawab. “demi Allah SWT, aku menangis bukan karena takut mati ataupun mengharap kemewahan dunia, melainkan karena Rasulullah SAW, telah menyampaikan pesan kepada kita, dalam sabdanya ‘hendaklah bagian setiap kalian dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara.’ padahal, harta miliku begini banyaknya”.
Sa’ad berkata sendiri “aku perhatikan, tidak ada yang tampak disekelilingku kecuali piring dan sebuah wadah untuk bersuci”.
Sa’ad lalu berkata kepadanya.”wahai Abu Abdillah, berilah kami suatu pesan yang akan kami iangat sellau darimu?”
Salman bertutur ”wahai Sa’ad, ingatlah Allah SWT tentang keinginanmu ketika engkau sedang berkehendak, tentang keputusanmu ketika engkau sedang memutuskan, dan tentang apa yang ditanganmu ketika engkau sedang membagi”.
Tak satupun barang berharga didunia ini yang digemari atau diutamakan dalam kehidupan Salman. Kecuali satu barang yang dirasanya penting hingga ditipkan kepada istrinya untuk disimpan. Ketka dalam sakit menjelang ajalnya, dipanggil istrinya untuk membawa barang titipan nya dalu yang ternyata adalah seikat kesturi yang diperolehnya waktu pembebasan jalula dahulu. Barang itu sengaja disimpan untuk wewangian pada waktu wafatnya.
Kemudian ia menyuruh sang istri agar mengambil secangkir air. Salman menaburkan bubuk kesturi itu kedalam cangkir dan mengaduknya sengan tangan, lalu berkata kepada istrinya, “percikanlah air ini kesekelilingku. Sekarang telah hadir dihadapanku makhluk Allah SWT yang tidak suka makanan, tetapi gemar wangi-wangian.”
Setelah selesai, ia berkata kepada istrinya,”tutuplah pintu dan turunlah!”, perintah itupun dituruti oleh istrinya. Tidak lama antara waktu itu dan istrinya kembali masuk, ruh yang beroleh berkah itu telah meninggalkan dunia dan berpisah dari jasadnya. Dia telah mencapai alam yang tinggi dengan sayap kerinduan. Rindu akan bertemu Rasulullah SAW, abu bakar, umar dan sahabat utama lainnya.
Salmannn…
Telah lama Salman menantikan itu dalam kerinduan dan dahaga
Hari ini rindu itu telah terobati dan dahaga itu pun telah hilang
            Semoga ridha dan rahmat Allah SWT menyertainya.

Ditulis dan diedit ulang oleh : Wiwit Setiaji di Kamar Takmir NH UNS 28 Sept 2015 pukul 12.47
            Sumber : Kisah 60 Sahabat Nabi , Penerbit : Ummul Quro

0 komentar:

Posting Komentar